Salah satu kesalahan yang pernah saya lakukan adalah terlalu menggembor-gemborkan kelebihan dan keuntungan memakai cloth diapers atau sering disebut dengan clodi. Jika ada yang bertanya tentang diapers kain ini, saya sangat emosional dan terbawa perasaan. Saya selalu menekankan bahwa "Pokoknya paling bagus di antara diapers yang ada".
Saya sangat antusias menjelaskan panjang lebar terlebih ketika melihat ada yang membuang diapers sekali pakai di kolam ikan, kebun samping kamar mandi atau menumpuk dalam karung besar. Apalagi kalau bertemu dengan kenalan yang saya tahu kondisi keuangannya belum mapan tapi senang membeli popok sekali pakai setiap hari. Namun, sering mengeluh penghasilan tidak mencukupi.
" Waduuh, kasihan sekali capek-capek kerja dan hutang sana sini padahal gajinya tanpa sadar banyak habis lantaran membeli diapers sekali pakai ecer setiap hari. Berapa juta yang dia habiskan dalam setahun untuk pempers? Andai pakai cloth diapers, dia hanya perlu membeli stok sekali dan pakai berkali-kali. Uang bisa buat ditabung atau kebutuhan lain, " saya celoteh dalam hati.
Kondisi saya diatas ketika awal-awal saya mengenal dan memakaikan diapers kain pada anak.
Ya, lebih mirip berkampanye tapi berat sebelah karena saya jarang mengemukakan kelebihan dan kekurangan clodi. Saya juga menjadi begitu sensitif karena kurang suka saja beberapa ibu-ibu mengatakan lebih suka popok sekali pakai dan kurang suka diapers kain yang dipakai anak saya. Dia menyampaikan langsung di depan saya, seolah-olah pilihan kita di judge orang. Begitulah, bawaannya baper.
Padahal sebenarnya walau saya pro clodi, saya bukanlah anti popok sekali pakai.
Selama memakai clodi atau cloth diapers, saya memang merasakan berbagai manfaat dan keuntungan. Meski sesekali ketika lagi kepepet membeli popok sekali pakai atau pospak, saya masih cinta popok kain modern ini untuk anak-anak saya sekarang dan di masa mendatang.
Akan tetapi, semakin lama dipakai kok saya menemukan beberapa kekurangan yang belum pernah saya dengar maupun baca selama ini. Saya jadi sedikit kaget.
Meskipun kekurangan tersebut tidak menciutkan nyali saya atau berpaling, paling tidak saya ingin tahu dari awal. Bukan kemudian. Saya lebih banyak mengetahui kelebihan saja rasanya tidak adil.
Oleh karena itu, saya ingin menulis artikel review sejujur mungkin mengenai kelebihan dan kekurangan clodi atau cloth diapers. Tulisan ini berdasarkan pengalaman setelah 1,5 tahun memakainya. Sebagai perbandingan, ulasan ini aan disertai keunggulan maupun kelemahan popok sekali pakai. Ini bertujuan agar para ibu mendapatkan informasi yang berimbang dan menyeluruh tentang keduanya.
A. Beda Diapers, Pampers, Clodi, Popok Kain dan Popok Kain Modern
Sebelum masuk ke tema utama penulisan artikel ini, perkenankan saya menjelaskan secara kata-kata yang sering digunakan agar tidak terjadi diskomunikasi. Sebagaimana diketahui, saat ini berkembang beberapa istilah yang mungkin membuat bingung.
Nah, diapers artinya popok. Penggunaannya umum. Kemudian dibagi dalam penggunaan khusus seperti cloth diapers (popok kain) dan disposable diapers (popok sekali pakai) yang lebih dikenal dengan sebutan pospak.
Pampers adalah salah satu merek produk diapers. Jadi, perbedaan antara diapers dan pampers yaitu pampers merupakan bagian dari diapers. Diapers adalah sebuah produk dan pampers adalah merek yang dimiliki oleh sebuah perusahaan di Amerika.
Mengapa semua orang menamai popok sekali pakai sebagai pampers? Berhubung merek pampers adalah produk diapers pertama yang dikenal luas, orang kemudian terbiasa menggunakan kata pampers untuk semua diapers. Kadang ada juga yang menyebut pempers.
Nah, clodi adalah akronim atau kependekan dari cloth diapers yaitu diapers yang terbuat dari kain khusus bisa dicuci ulang. Sebenarnya, popok kain ini terbagi lagi pada 2 kategori yaitu popok kain bayi biasa berbentuk 2 tali dan popok kain modern yang desainnya seperti pampers.
Namun, dalam penggunaannya, ketika mengetik clodi di toko online atau internet, maka yang keluar adalah popok kain modern. Popok kain yang desainnya seperti celana baik model snap maupun velcro. Sementara itu, di dunia online popok kain bayi model lama dijual dengan nama popok tali.
B. Kelebihan dan Kekurangan Clodi atau Popok Kain Modern
Kelebihan Clodi ( Pampers Kain ):
1. Bisa dicuci ulang. Kelebihan clodi adalah terbuat dari bahan kain sehingga bisa dicuci seperti pemakaian pakaian pada umumnya. Walau cara mencuci clodi disarankan dengan teknik tertentu agar lebih awet. Meskipun terbuat dari kain, clodi dilengkapi dengan lapisan anti air atau waterprof sehingga diharapkan tidak gampang bocor. Cover dan insert yang digunakan bukanlah kain biasa melainkan terbuat dari bahan khusus yang ditujukan untuk menyerap cairan.
2. Bisa digunakan secara berulangkali. Jika diapers sekali pakai atau pospak hanya dapat dipakai untuk sekali saja, maka clodi sebaliknya. Popok kain modern ini bisa digunakan berkali-kali bahkan dapat dipakai oleh anak berikutnya. Kuncinya terletak pada perawatan. Semakin bagus perawatan, semakin dapat digunakan lebih lama. Clodi yang kotor segera dicuci dan dijemur, kalau sudah kering bisa dipakai kembali sebagaimana celana pada umumnya.
3. Lebih gampang dibersihkan dan hemat air. Berhubung terbuat dari kain, clodi terasa lebih mudah dibersihkan. Jika anak pipis bisa direndam air biasa dulu sebelum dikasih deterjen. Kalau anak pup, pup yang menempel mudah lepas dari bahan dalaman clodi. Dikucek sedikit biasanya cepat bersih. Enaknya, tidak ada gel-gel yang berpotensi membuat WC mampet.
Sebagian orang menganggap clodi menghabiskan banyak air dalam pencucian, tetapi dalam kaca mata saya justru sebaliknya. Kita memakai air membersihkan popok kain tetapi setelah bersih bisa digunakan lagi. Sementara, saat kita memakai air untuk popok sekali pakai, setelah bersih maka akan dibuang ke tong sampah. Menurut saya disinilah pemborosan air terjadi. Popok sekali pakai baru hemat air jika dibuang begitu saja tanpa dibersihkan. Sayangnya. cara ini menyalahi aturan pemakaian.
4. Jauh lebih hemat dan ekonomis. Harga satu set clodi mungkin dianggap lebih mahal. Diapers kain kualitas standar berkisar di harga Rp.35.000, Rp.60.000 dan Rp.75.000 perset. Popok kain modern berkualitas premium harganya lebih tinggi lagi, biasanya diatas Rp.100.000. Ada juga sih berharga murah Rp.6.000 atau Rp.10.000. Harga clodi sesuai dengan bahan yang digunakan dan merek yang dibeli.
Sekilas terlihat mahal padahal sebenarnya kalau dihitung-hitung dan dibandingkan dengan total pembelian popok sekali pakai, pembelian clodi jauh lebih hemat.
Jika saya membeli stok yang harganya Rp.60.000 per set sebanyak 15 set maka saya hanya menghabiskan uang Rp.900.000 dan ini hanya perlu dikeluarkan sekali saja. Clodi bisa dipakai berkali-kali hingga anak berumur 2 tahun. Bahkan bisa diwariskan kepada anak berikutnya jika masih awet dan pandai merawatnya.
Oya, kalau mau dimasukkan biaya deterjen dalam total biaya pengeluaran clodi juga bisa. Menurut pengalaman saya, jumlah sabun yang habis untuk mencuci clodi tidak begitu menonjol. Tidak terlalu berpengaruh banyak. Taruhlah saya mencuci 5 pasang popok kain modern setiap hari, deterjennya hanya sekitar Rp.500 atau dibulatkan jadi Rp.1.000. Clodi juga disarankan tidak pakai pewangi. Artinya, sabun untuk mencuci habis Rp.30.000 x 12 bulan = Rp 360.000/tahun.
Sementara itu, uang yang dihabiskan untuk membeli diapers sekali pakai anak saya mencapai Rp 375.000/bulan atau Rp.4.500.000 per tahun. Anggaplah anak memakai popok sampai berusia 2 tahun, maka menghabiskan uang Rp.9.000.000 untuk membeli pospak. Darimana dapat hasil sebesar itu? Anak saya rata-rata menghabiskan 5 pcs diapers dalam sehari dan harganya Rp 2.500/pcs.
Jauh sekali perbedaannya dari segi uang bukan?
5. Ramah lingkungan. Hal ini merupakan keunggulan lain dari popok kain modern disamping bisa dicuci ulang. Pemakaiannya tidak menyisakan limbah sampah yang dapat mencemari alam. Tidak mengganggu keberlangsungan makhluk hidup. Hanya perlu dicuci dan dijemur kemudian dipakai kembali. Tidak perlu dibuang ke tempat sampah. Namanya kain dan pakaian, tidak ada dibuang orang kecuali sudah rusak.
6. Motifnya cantik-cantik dan bagus. Saat ini kesadaran para ibu akan keunggulan clodi mendorong para produsen menciptakan produk dengan pilihan yang beragam. Ada dijumpai desain polos warna warni cerah seperti pelangi. Ada juga dengan motif binatang, abstrak, polkadot, bunga-bunga, abjad, kendaraan dan gambar lain yang disukai anak-anak. Semuanya sangat menarik.
7. Resiko alergi lebih rendah. Baik clodi atau popok sekali pakai sama-sama memiliki resiko alergi pada anak. Terutama kalau kulit bayi super sensitif. Alergi dan ruam terjadi kalau dalam keadaan basah terlalu lama. Karena terbuat dari kain, resiko akibat alergi material kain sangat jarang terjadi. Selama 1,5 tahun memakai clodi, alhamdulillah kulit anak saya tidak ada masalah.
Kekurangan Clodi ( Pampers Kain ) :
1. Agak tebal atau terlihat bulky. Desain cover atau celana nya memang tergolong tipis. Namun, akan menjadi tebal ketika dimasukkan insert 3 layer. Dalam kasus saya, insert 2 layer begitu tipis dan kurang menyerap sehingga mau tidak mau saya hanya memiliki insert 3 layer.
Ketika saya memakaikan clodi pada usia anak di bawah 1 tahun bokong anak terlihat lebih berisi. Ya, terlihat lebih gemuk karena lapisan kain. Padahal anak tidak segemuk itu. Kelihatan lucu saja, kadang teringat pada bokong film semut serangga yang besar.
Namun, setelah 1 tahun ke atas saya perhatikan sudah mirip seperti memakai celana kolor saja. Sepertinya ini dipengaruhi oleh ukuran clodi dan badan anak. Saya memakai clodi all size dengan model kancing snap yang bisa dipersempit atau diperlapang sesuai pinggang bayi.
Saat ini, kabarnya sudah ada clodi khusus untuk newborn sehingga tidak kebesaran dan pas dipakai. Juga sudah ada yang desainnya tipis seperti pampers dan tidak terlihat begitu bulky saat dipakai. Mungkin ini lebih tergantung kepada merek tertentu kali ya dan penyesuaikan ukuran.
2. Memakan banyak tempat atau ruang saat bepergian. Ketika packing buat bepergian, saya selalu kepikiran bagaimana caranya membawa clodi. Walau cover dan insert dipisahkan tetap lebih memakan tempat. Insert karena tebal membutuhkan ruang, sementara cover tipis memang bisa digulung atau dilipat kecil.
Itulah sebabnya, jika bepergian jauh saya memutuskan memakai pospak agar lebih efisien dan efektif. Namun, setiba di rumah saya kembali memakai popok kain. Saya tidak perlu membawa banyak tas karena naik bus umum dan travel. Jika menggunakan mobil pribadi tentu tidak masalah, bisa membawa semua perlengkapan bayi yang dibutuhkan.
3. Susah dipasang kalau anak sudah makin aktif. Clodi biasanya didesain dengan kancing snap yang bisa disesuaikan sesuai ukuran lingkar pinggang anak. Pengalaman saya, saat memakaikan pada bayi usia 1 tahun ke bawah tidak masalah. Namun, saat bayi berusia 1 tahun ke atas kadang sulit karena bayi aktif bergerak kesana kemari.
Ketika bayi masih telentang, memasang popok kain terasa lebih mudah. Sebaliknya, saya menjadi sedikit kesulitan ketika anak sudah berjalan dan pandai lari. Bayi sering tidak mau ditidurkan telentang buat memasangnya. Alhasil, saya mencoba pasang clodi sambil anak berdiri tapi hasilnya kurang rapi dan lebih mudah bocor.
Atau terlebih dahulu saya pasang semua kancing snap, kemudian tinggal sorong ke kaki anak layaknya celana tapi ternyata juga kurang pas. Kelihatan aneh, kurang simetris. Sekarang selain kancing snap, kabarnya saat ini sudah ada model clodi dengan velcro sehingga lebih mudah dipasang.
4. Kalau sudah melar lebih cepat bocor. Saya memiliki beberapa clodi import yang lumayan kualitasnya. Saya berpikir merek ini lebih baik dari clodi lokal karena harganya dua kali lipat. Setelah 1 tahun lebih pemakaian, saya menemukan ternyata yang lebih mahal tadi gampang sekali bocor. Beberapa bulan awal pemakaian, mampu menyerap pipis dengan baik dan bisa tahan hingga 6 jam. Makanya dari dulu saya jadikan khusus untuk dipakai malam hari. Sekarang, baru dipakai 1-2 jam sudah bocor.
Setelah saya perhatikan seksama, hal ini terjadi karena sudah melar. Tingkat kemelarannya menurut saya lebih dipengaruhi oleh lama pemakaian, cara pencucian dan menjemur. Juga karena bahan yang ini lebih halus, tebal dan banyak terdapat lapisan karet. Berbeda dengan yang lokal, walau kualitas sangat standar ternyata tidak gampang bocor. Terbuat dari bahan yang sedikit kaku dan tipis membuatnya tidak mudah melar.
5. Waktu dan tenaga untuk mencuci maupun menjemur. Ketika memutuskan membeli clodi, konsekuensinya musti menyiapkan waktu dan tenaga untuk perawatan traditional. Popok ini membutuhkan perlakuan khusus. Cara pencuciannya dengan dikucek pakai tangan, tidak disarankan pakai mesin cuci dan pengering. Terkait dalaman penyerap atau insert, sebaiknya direndam dulu pakai air biasa agar keluar bau pesingnya baru kemudian direndam pakai deterjen.
Selain itu, insert atau bahan yang seperti handuk juga disarankan direndam secara berkala dengan air hangat. metode ini dipercaya dapat membantu menghilangkan sia-sisa kotoran dan bau secara menyeluruh. Nah, menjemur popok kain modern ini juga tidak seperti menjemur pakaian umumnya. Agar tidak melar, cover harus digantung dengan posisi horizontal dan masing-masing dikasih penjepit.
6. Insert lama kering saat hujan. Bagian luar atau cover clodi lebih tipis sehingga lebih cepat kering. Sementara itu, insert yang terbuat dari bahan microfiber menyerupai handuk sehingga akan lebih lama kering. Apalagi ketika pencucian tidak memakai mesin pengering, hanya diperas pakai tangan. Pada saat cuaca panas, insert bisa kering dalam 1-2 hari. Kalau lagi musim penghujan, lapisan ini 3-4 hari baru bisa digunakan kembali.
Itulah sebabnya mengapa saya menyediakan lebih banyak stok insert dibanding cover. Jika sewaktu-waktu hujan mengguyur, saya tetap punya cadangan untuk 1 hari. Misalnya, saat ini saya memiliki 15 pasang clodi dan 6 insert cadangan. Totalnya, 15 cover dan 21 insert. Ya, agar pemakaian tidak terhambat karena cuaca atau cucian molor, disarankan minimal memiliki stok clodi untuk 3 hari pakai (ada yang proses pakai, proses cuci dan proses jemur). Kalau moms punya budget membeli lebih dari itu, tentu jauh lebih baik. Stok buat masing-masing bayi bisa berbeda tergantung berapa kebutuhan rata-rata satu hari.
7. Produsen clodi sangat beragam dan kadang membingungkan pemula. Nah, sebenarnya bagi para ibu muda yang sudah tahu clodi apa saja yang terbaik hal ini tidak masalah. Akan tetapi, bagi ibu yang masih awam dan mengenal clodi dari nol, bisa terjebak pada salah beli. Saya sendiri pernah mengalaminya dulu, desain popoknya sangat menarik dan harga murah meriah tapi kualitas ya sesuai harga. Kain aksar, cepat bocor dan cepat rusak.
Sebaiknya, sebelum moms membeli membaca dulu informasi apa saja karakteristik bahan clodi yang cocok untuk kulit anak dan dafar merek yang tersedia di pasaran. Moms bisa bandingkan antara satu produk dengan produk lain berdasarkan review mereka yang telah berpengalaman membelinya. Ini agar moms menemukan produk yang tepat, anti menyesal.
C. Kelebihan dan Kekurangan Pospak atau Popok Sekali Pakai
Kelebihan Pampers Sekali Pakai:
1. Bisa dibeli eceran dengan harga murah. Di warung terdekat rumah saya hanya berkisar Rp.2.500- Rp.3.000. Kalau mau beli 1 pack berukuran sedang bisa dengan harga di bawah Rp.20.000. Oya, pernah saya lihat di toko online, ternyata ada juga namanya "pampers curah" dan harganya gila menurut saya. Coba tebak berapa? Hanya Rp.1.000 bahkan ada yang kurang dari itu.
2. Lebih mudah dipasang. Berhubung pospak dibuat sedemikian rupa menyerupai celana dalam yang pinggangnya berkaret, para ibu tinggal sorongkan kaki anak. Tidak ada pakai kancing-kancing yang perlu dipasang dulu. Kecuali model velcro atau dengan perekat memang perlu disesuaikan dulu.
3. Desainnya lebih tipis. Jujur, pospak lebih enak dipandang mata karena tidak terlalu bulky atau tebal di panggul anak. Pospak tidak menonjol bahkan terkadang orang tidak menyadari kalau anak lagi pakai pempers sekali pakai karena seperti menyatu dengan celana. Tidak terlihat aneh atau ganjil. Walau kalau salah ukuran seperti kegedean dan saat kepenuhan oleh pipis pospak juga bisa terlihat menjadi lebih tebal.
3. Sangat jarang bocor. Daya serap popok sekali pakai patut diacungi jempol. Bahkan kalau ibu ketiduran pada malam hari dan lupa mengganti, pempers tetap tidak meluber. Gel yang dikandungnya mampu menahan pipis dalam jumlah banyak. Juga terbuat dari bahan plastik membuat air pipis sulit merembes keluar. Hanya saja kalau tidak diganti anak menjadi tidak nyaman karena pempers sudah terlalu berat isinya.
Gel tersebut menggelembung dan tambah berat seiring bertambah air pipis menyebabkan anak bisa susah bergerak. Apalagi kalau siang hari, anak jadi terhambat berjalan akibat pempers kepenuhan. Kemudian juga ada resiko bakteri akibat penumpukan cairan kalau tidak diganti setiap 4 jam sekali. Jadi, walau bisa tahan hingga 10 jam 12 jam sebenarnya juga baik. Tetap harus sering diganti.
4. Lebih praktis dibawa saat berjalan jauh. Desain pospak yang tipis dan terbuat dari plastik tidak membutuhkan banyak tempat. Bisa dilipat bahkan digulung kecil atau diselipkan di kantong tas. Kalau para ibu mau pergi ke suatu tempat lebih praktis dibawa. Selain irit saat packing, juga lebih ringan.
5. Umumnya bermerek, produsennya belum banyak dan tidak bingung memutuskan mau membeli yang mana. Diapers yang beredar saat ini mayoritas terdiri dari beberapa merek saja. Kalau dilihat, diproduksi oleh perusahaan besar di Indonesia dan luar negeri. Mereka yang mendominasi pasar. Produk yang memiliki brand tersebutlah yang dijual hingga eceran di warung-warung kecil. Walaupun ada pempers curah tanpa merek yang murah meriah tapi masih jarang ditemukan.
Kekurangan Pampers Sekali Pakai :
1. Hanya untuk sekali pakai saja, tidak bisa dicuci ulang. Bayangkan kalau baru dipakai 5 menit kemudian tiba-tiba anak pub, mau tidak mau harus dibersihkan dan dibuang. Tidak bisa dipakai lagi. Musti ambil yang baru. Rasanya kecewa. Apalagi kalau anak sering pup, semakin banyak menghabiskan popok sekali pakai.
2. Lebih boros. Dalam kasus bayi saya misalnya, sehari membutuhkan rata-rata 5 pcs pempers atau 150 pcs perbulan atau 1.800 pcs pertahun. Bayangkan jika saya memakaikan pempers sekali pakai selama 1 tahun, uang yang saya habiskan adalah kurang lebih 1.800 pcs x Rp.2.500= Rp.3.500.000. Itu pemakaian biasa. Kalau luar biasa seperti anak pup berkali-kali dalam sehari atau musim hujan dimana anak sering pipis, butuh jauh lebih banyak lagi.
3. Terbuat dari plastik, mengandung zat kimia dan pengharum. Meski bahan plastik ini katanya disesuaikan dengan kulit bayi tapi masih ada resiko alergi. Pada kasus bayi saya, saya sering menemukan bahan-bahan pospak menempel pada kulit anak seperti kapas atau bulu warna putih. Tapi mungkin ini tergantung merek saja. Beda merek beda kualitas, produk tertentu tidak ada dijumpai.
4. Pilihan motif sedikit dan kurang bervariasi. Cobalah perhatikan warna disposable diapers merek apa saja. Umumnya berwarna putih atau biru muda atau pink muda dengan sedikit gambar-gambar di tengahnya. Warna dasarnya mayoritas putih karena memang terbuat dari bahan dasar plastik. Tidak banyak pilihan dan kurang menarik.
5. Terasa boros waktu dan air. Menurut pengalaman saya, membersihkan popok sekali pakai juga tidak efisien karena membutuhkan banyak air dan banyak memakan waktu. Dibuang dulu pupnya, keluarkan isi gelnya, bersihkan sisa-sisa pup menempel, siram WC dan baru bisa dibuang.
Coba bayangkan berapa air yang dibutuhkan untuk itu. Sudah sedemikian rupa telaten membersihkannya tapi rasanya tenaga kok terbuang sia-sia karena pada akhirnya dibuang di tempat sampah juga. Sayang saja rasanya.
6. Bisa membuat WC mampet. Ketika membersihkan pospak, faktanya adalah semakin disiram, semakin menggelembung atau membesar karena mengandung gel. Kadang kalau anak pup dan belum sempat membersihkan, saya taruh di kamar mandi atau belakang rumah sementara tapi kaget ternyata pada membesar karena kena cipratan air hujan. Tanpa disadari jumlah tumpukan semakin besar dan membuat saya semakin merasa bersalah.
Sebenarnya, harus langsung dibersihkan dan harus dikeluarkan isinya supaya ini tidak terjadi atau jika belum sempat ditaruh di dalam kantong plastik. Hal yang membuat saya kerap merasa serba salah adalah cara membuang gel-gel ini. Sifatnya yang tidak hancur dan makin besar kena air pernah membuat WC mampet pas di kampung. Gel-gel pospak naik kembali ke atas dan tidak mau turun walau sudah disiram beberapa kali.
Bayangkan kalau anak saya memakai pospak minimal 5 pcs sehari dan semuanya dibersihkan isinya dan dibuang di WC, septic tank akan cepat penuh menampung jel-jel tersebut. Saya sering takut WC rumah saya juga mengalami masalah karena hal ini. Sebagai orang awam, saya sering bertanya dalam hati berapa lama waktu yang dibutuhkan agar jel-jel tersebut bisa hancur.
7. Kerap dihantui rasa malas dan pingin dibuang saja. Ini kalau anak lagi buang air besar. Karena agak susah dibersihkan, sebagian orang jadi terdorong main lempar saja. Makanya sering kita lihat bekas pospak dibuang begitu saja di sungai, selokan, kebun dan di laut. Ya, karena fungsinya hanya untuk sekali pakai terus dibuang membuat pospak dianggap sebagian orang seperti WC. Untungnya tidak semua ibu yang seperti ini.
8. Mencemari lingkungan. Peraturan memakai popok sekali pakai begitu kotor harus dibersihkan dulu baru boleh dibuang. Namun, kadang-kadang para ibu malas membersihkan sehingga membuang di sembarang tempat. Hal ini membuat pempers menjadi sampah lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan.
Popok yang masih berisi kotoran dan tidak dibersihkan kemudian menjadi sarang kuman penyakit. Pospak yang mengapung di air dikabarkan bisa merusak perkembangan hewan dan hal yang paling penting adalah merusak pemandangan dengan lingkungan yang kotor.
Belum lagi plastik bahan pembuat pospak yang sulit terurai. Kabarnya puluhan dan ratusan tahun limbah plastik tidak bisa hilang. Jika dibuang dalam tanah maka tidak hancur dan dapat merusak kesuburan tanah.
Dulu saya pernah mengumpulkan semua bekas pospak sekali pakai yang telah dibersihkan, kemudian saya jemur dan bakar. Harapannya supaya bisa musnah. Ternyata juga tidak habis menjadi debu dan abu tapi menyisakan gumpalan plastik. Sisa gel dan lapisan pempers tidak bisa hangus walau sudah saya bakar. Sampai saat ini saya masih belum mendapatkan teknik bagaimana cara memusnahkan pospak bekas pemakaian anak ini.
D. Mana yang Lebih Baik Pempers atau Clodi?
Soal mana yang lebih bagus sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas dan fungsi sebuah produk tetapi juga faktor luar seperti situasi, kondisi dan faktor tertentu. Misalnya, clodi lebih bagus karena ramah lingkungan sementara pospak kurang ramah lingkungan. Tetapi popok sekali pakai lebih baik karena lebih praktis jika bepergian sementara clodi agak ribet.
Mana yang lebih baik juga tergantung mindset dan prinsip ibu-ibu sendiri. Misalnya, ibu yang bergaya hidup zero waste maka clodi menjadi pilihan terbaik. Sementara, ibu-ibu super sibuk berkarier dan menyukai segala yang praktis tidak mau ribet, maka menjadikan pospak pilihannya.
E. Kalau Saya Pilih yang Mana?
Kalau saya saat ini tidak ada menetapkan harus pilih salah satunya, fleksibel dan tidak monoton. Saya pilih keduanya, hanya saja dengan porsi berbeda.
Saat musim hujan dimana insert clodi kadang lama kering, saya 85 % memakai clodi dan 15 % memakai pospak. Sehari-hari saya memakai clodi baik buat anak di rumah dan bepergian di sekitar lingkungan. Namun, kalau bepergian jauh dan stok popok kain lagi basah semua baru saya memakai pospak.
Sejak saya memiliki stok sekitar 15 cover dan 21 insert clodi, saya mengeluarkan uang lebih sedikit untuk membeli popok sekali pakai. Rata-rata hanya Rp.50.000/bulan karena lagi musim hujan.
Sementara itu, pada musim panas, maka tingkat penggunaan clodi bisa mencapai 95 % dan pospak 5 %. Artinya, dalam sebulan saya lebih sedikit lagi mengeluarkan uang untuk membeli popok sekali pakai.
***
Nah, demikianlah ulasan atau review saya mengenai kelebihan dan kekurangan clodi maupun popok sekali pakai. Sekali lagi ini adalah sudut pandang saya berdasarkan pengalaman. Pandangan setiap ibu bisa saja berbeda-beda. Jika moms punya cerita lain, yuk berbagi di kolom komentar. Mohon maaf artikelnya begitu panjang, semata-mata karena saya berharap bisa memberikan informasi yang menyeluruh.[]